Sunday, August 16, 2009
Mari Merdeka...!!!
Di sebuah padhepokan bernama Joglo Abang, seorang kyai sedang memberikan ilmu kepada seorang santrinya. Sebuah ilmu tentang berbangsa dan bernegara. Berikut penggalan dialog penuh makna antara kyai dan santri itu :
Kyai : “Coba engkau pejamkan matamu dan bayangkan Indonesia ini ada dalam jiwamu. Lihatlah tanah air yang indah dari Sabang hingga Merauke ini. Ribuan pulau dengan segala macam sumberdaya alamnya. Minyak, gas, batu bara, emas, permata. Ribuan suku bangsa, beragam bahasa… Ungkapkanlah dengan satu kata saja wahai santriku! Ungkapkan dengan jujur!”
Santri : …. “Alhamdulillah!”
Kyai : “Jawablah dengan jujur, anakku!”
Santri : “Alhamdulillah” (sambil meneteskan air mata bahagia)
Kyai : “Kemudian bayangkanlah jutaan rakyat miskin yang antri BLT. Ribuan buruh pabrik dengan upah yang ala kadarnya. Ungkapkanlah dengan satu kata, nak!”
Santri : … … “Subhanallah”
Kyai : “Jujur nak, sekali lagi jujur!”
Santri : “Subhanallah!”
Kyai : “Lalu bayangkanlah wajah para pejabat yang korup, wajah pejabat yang meringis merasakan nikmat jepitan selangkangan wanita-wanita sintal. Bayangkanlah wajah anggota dewan yang menerima cindera mata berupa koteka emas. Bayangkanlah wajah calo senjata yang bergerilya di gedung dewan. Bayangkanlah wajah jaksa, hakim yang suka suap. Ungkapkan dalam satu kata, santriku!”
Santri : “… As… As… Astaghfirullahaladzim…. Astaghfirullah…”
Kyai : “Jujur, sekali lagi jawablah dengan jujur!”
Santri : “…As… Ass… Assssuuuuuuu…… ASUUUUUUUUUUU!!!”
Sang Kyai pun memeluk tubuh santrinya dengan tersenyum dan menangis bahagia.Sang Kyai bahagia mempunyai generasi penerus yang masih bisa berkata jujur tentang negeri Indonesia.
* penggalan sketsa Presiden Balgadaba oleh Emha Einun Nadjib
Merdeka itu ada dihatimu kawan…Merdeka itu ada pada lakumu saudaraku…Merdeka itu Bahasa Indonesia,Bahasa Inggerisnya Independent atau juga Freedom yang artinya Kebebasan..Selamat Ulang Tahun yang ke – 64 Indonesiaku…Merdeka…!!!
Friday, July 17, 2009
Kata - kataku kata...
Melika
aku utara hanyut dengan segenap bintang yang kupunya
sementara kau barat cahaya tempat kisah tertinggal benam
dulu padamu aku pernah menetaskan anak-anak rahimku yang seluruhnya rindu
berharap setaman kita menganyam rasa, bercinta menjanjikan bunga dan kupukupu tetap bercumbu
setelah sepenggal demi sepenggal masa itu kuturuti sepi
tanpa janji meninggalkan aku sendiri di kota ini dengan rimbun gundah yang tak mampu kusiangi sendiri
tiba-tiba saja kau hadir dalam sebentuk senar tak berirama, hanya senar, menancap di pangkal leherku, menembus ke jantung, lalu melilit dihati dan meluruskan ususku seperti jalan pergimu yang tak mampu kuhadang
seketika...
seketika kau penggal lamunku, irisannya kau tuang dalam secawan bola mata yang terbelah, yang kau jadikan tetabuhan melebihi kecepatan rasa sayang itu sendiri, menjadi dentum malapetaka, melebihi malapetakanya cinta yang sedang terbaring koma.
dan pada...
pada enyah mentari, pada ungsi gugus cahaya, pada kelam, pada segala hitam, akan kudukakan perlakuanmu yang demikian melambungkanku sekejap, seakan-akan kau sedang berdiri dengan jubah putih memagang tongkat yang ujungnya berbintang, lalu kau susun sedihmu, kau hujani aku dengan airmatamu hingga aku mengigil perih
melika
sudahlah bawa bahagiamu lalu sisihkan sedihku
sejak lingkar cincin cintamu terikat, usah kau gaduh aku dengan puisimu
keatas ranjang pengantinmu esok, katakan aku tak mengapa dan tak siapa
takkan ada putar ulang masa
sebab segalanya mulai teduh tanpamu
" Menghirup Luka "
hei,tiadakah kau lihat jiwaku terengah
menggapai belatimu?
hatiku disini
siap untuk kau sayat atau kau tikam bertubi-tubi
sampai darahnya mengalir deras atas ragumu
lalu biarkan kuhirup dalam luka itu
hingga kurasa sempurna cintaku
...
tak perlu kau menghiba tuk sulam goresan itu
karena telah pula sang pelangi menunggu
tuk peluk laraku di balik awan tak terbelah
dan tiupkan kelembutan pada dera yang lelah
setelah sekian lama...
perihmu
masihkah terasa?
karena perihku
kubiarkan terlupa
aku utara hanyut dengan segenap bintang yang kupunya
sementara kau barat cahaya tempat kisah tertinggal benam
dulu padamu aku pernah menetaskan anak-anak rahimku yang seluruhnya rindu
berharap setaman kita menganyam rasa, bercinta menjanjikan bunga dan kupukupu tetap bercumbu
setelah sepenggal demi sepenggal masa itu kuturuti sepi
tanpa janji meninggalkan aku sendiri di kota ini dengan rimbun gundah yang tak mampu kusiangi sendiri
tiba-tiba saja kau hadir dalam sebentuk senar tak berirama, hanya senar, menancap di pangkal leherku, menembus ke jantung, lalu melilit dihati dan meluruskan ususku seperti jalan pergimu yang tak mampu kuhadang
seketika...
seketika kau penggal lamunku, irisannya kau tuang dalam secawan bola mata yang terbelah, yang kau jadikan tetabuhan melebihi kecepatan rasa sayang itu sendiri, menjadi dentum malapetaka, melebihi malapetakanya cinta yang sedang terbaring koma.
dan pada...
pada enyah mentari, pada ungsi gugus cahaya, pada kelam, pada segala hitam, akan kudukakan perlakuanmu yang demikian melambungkanku sekejap, seakan-akan kau sedang berdiri dengan jubah putih memagang tongkat yang ujungnya berbintang, lalu kau susun sedihmu, kau hujani aku dengan airmatamu hingga aku mengigil perih
melika
sudahlah bawa bahagiamu lalu sisihkan sedihku
sejak lingkar cincin cintamu terikat, usah kau gaduh aku dengan puisimu
keatas ranjang pengantinmu esok, katakan aku tak mengapa dan tak siapa
takkan ada putar ulang masa
sebab segalanya mulai teduh tanpamu
" Menghirup Luka "
hei,tiadakah kau lihat jiwaku terengah
menggapai belatimu?
hatiku disini
siap untuk kau sayat atau kau tikam bertubi-tubi
sampai darahnya mengalir deras atas ragumu
lalu biarkan kuhirup dalam luka itu
hingga kurasa sempurna cintaku
...
tak perlu kau menghiba tuk sulam goresan itu
karena telah pula sang pelangi menunggu
tuk peluk laraku di balik awan tak terbelah
dan tiupkan kelembutan pada dera yang lelah
setelah sekian lama...
perihmu
masihkah terasa?
karena perihku
kubiarkan terlupa
Monday, June 15, 2009
Mencarimu...
Sebentar,biar aku mengingat - ingatnya dahulu...
Pada mimpi malamku..?
Pada doa - doaku..?
Pada lamunan - lamunanku..?
Pada marahku..?
Pada tawaku..?
Maaf, sudah kucari kemanapun dan tidak ada kamu.
Pada mimpi malamku..?
Pada doa - doaku..?
Pada lamunan - lamunanku..?
Pada marahku..?
Pada tawaku..?
Maaf, sudah kucari kemanapun dan tidak ada kamu.
Subscribe to:
Posts (Atom)